Kehidupan politik kerajaan aceh – Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai banyak sejarah pada masa kerajaan. Provinsi yang populer dengan agama islam yang kental ini mempunyai kerajaan yang sempat di kuasai oleh Sultan Iskandar Muda.
Bagi masyarakat Indonesia, sejarah sebagai hal yang begitu penting bahkan anak cucu harus mengenali akan ini. Satu diantaranya sejarah mengenai Kerajaan Aceh. Nah, kesempatan ini kami akan membahas mengenai Kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh berdiri dan muncul sebagai kekuatan baru di Selat Malaka, pada abad ke-16 sesudah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.
Para pedagang Islam tidak mengaku kekuasaan Portugis di Malaka dan segera mengalihkan jalur perniagaan ke bandar-bandar lainnya di seluruh Nusantara. Peranan Malaka sebagai pusat perdagangan internasional digantikan oleh Aceh sepanjang beberapa abad. Kemudian di Selat Malaka, Kerajaan Aceh bersaing dengan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaysia.
Letak Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh sebagai kerajaan yang berkembang menjadi kerajaan islam yang mengalami keberhasilan pada periode pemerintah Sultan Iskandar Muda. Karena letaknya strategis yakni berada di wilayah Sumatra yang dekat dengan letak perdagangan internasional, oleh karena itu kemajuan kerajaan ini menjadi begitu pesat.
Tidak hanya itu, ramainya kegiatan pelayanan pelayaran perdagangan Kerajaan Aceh, memengaruhi kemajuan hidup Kerajaan Aceh dalam beragam jenis sektor seperti kehidupan politik kerajaan aceh, ekonomi, sosial dan budaya. Daerah kekuasaannya terbentang mulai dari wilayah Deli sampai daerah Semenanjung Malaka.
⇒ Baca juga : Kesenian Daerah Batak yang Unik
Kehidupan Politik Kerajaan Aceh
Kehidupan politik kerajaan aceh dan pemerintahannya dipegang oleh seorang sultan. Sultan atau raja pada awalnya berkedudukan di Gampong Pande, akan tetapi kemudian dipindah ke dalam Darud Dunia atau disekitaran Pendopo Gubernur Aceh (sekarang). Ibu kota kesultanan Aceh ada pada Bandar Aceh Darussalam, namun pada tahun 1873 ibu kota dipindah ke Keumala di pedalaman Pidie.
Dari sejak awalnya berdiri sampai runtuhnya, ada kurang lebih 35 Sultan di Kesultanan Aceh Darussalam. Berikut sejarah sultan Aceh berdasar sumber Bustanus Salatin, karangan Nuruddin Ar-Raniri, mencakup :
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Beliau sebagai pendiri kerajaan Aceh sekaligus sultan pertama. Beliau memerintah dari tahun 1514 hingga 1528 masehi. Pada era kekuasaannya, kesultanan Aceh berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Tidak hanya itu, pada periode kepimpinan Sultan Ali Mugyat Suyah kerajaan Aceh melaksanakan serangan pada kedudukan Portugis di Malaka.
2. Sultan Salahuddin
Sultan Salahuddin sebagai putera Sultan Ali Mughayat. Beliau menjadi sultan di Kerajaan Aceh pada tahun 1528 sehabis ayahnya meninggal dunia. Pada periode pemerintahannya, kesultanan Aceh mengalami penurunan, karena Sulatan tidak mempedulikan kerajaan. Periode pemerintahananya lalu usai pada tahun 1537 masehi dan digantikan oleh saudaranya.
3. Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar
Sultan ke-3 ini sebagai saudara Sultan Salahuddin. Beliau memerintah kesultanan Aceh dari tahun 1537 hingga 1568 masehi. Pada periode pemerintahan Alaudin Riayat, Kesultanan Aceh mengalami banyak perombakan. Khususnya pada perbaikan wujud pemerintah Aceh dan peluasan wilayah. Kesultanan Aceh pada periode ini bisa mengalahkan kerajaan Aru. Tidak hanya itu, beliau melakukan serangan kepada kerajaan Malaka, tetapi tidak berhasil.
Pada periode sultan ke-3 ini, kehidupan politik kerajaan aceh mengalami gejolak, yakni ada perlawanan dan persaingan perebutan kekuasaan, hingga periode pemerintahannya pun berakhir.
4. Sultan Iskandar Muda
Sultan ke-4 kesultanan Aceh yang memiliki nama Sultan Iskandar Muda. Pada periode ini Aceh mengalami masa keemasan. Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar di bidang perdagangan, bahkan juga menjadi penghubung antara pedagang-pedagang asing. Lantaran letak kerajaan Aceh sangatlah strategis sebagai bandar transito.
Pada periode pemerintah Sultan Iskandar Muda, beliau meneruskan serangan kepada Portugis dan Johor. Perihal ini mempunyai tujuan untuk menguasai penuh lajur perdagangan di daerah Selat Malaka. Selain itu, ada ahli-ahli tasawwuf seperti Syech Ibrahim As Syamsi dan Syech Syamsuddin bin Abdullah As Samatrani.
Selain ke-4 sultan di atas, berikut daftar sultan-sultan lain di kesultanan kehidupan politik kerajaan aceh, meliputi :
- Sultan Iskandar Thani
- Sultan Sri Alam
- Sultan Zain Al-Abidin
- Sultan Ala Al-Din Masnyur Syah
- Sultan Buyong
Kehidupan Sosial Kerajaan Aceh
Letak Aceh yang strategis mengakibatkan perdagangannya maju dengan pesat. Dengan begitu, kebudayaan penduduknya semakin maju karena sering berhubungan dengan bangsa lain. Contoh dari hal semacam itu ialah tersusunnya hukum adat yang didasari tuntunan Islam yang disebutkan Hukum Adat Makuta Alam.
Menurut Hukum Adat Makuta Alam pengangkatan sultan sebaiknya semufakat hukum dengan tradisi. Maka dari itu, saat seorang sultan dilantik, dia berdiri di atas tabal, ulama yang menggenggam Al-Qur’an berdiri di kanan, dan perdana mentri yang menggenggam pedang berdiri di kiri.
Hukum Adat Makuta Alam memberi gambaran kekuasaan Sultan Aceh, sebagai berikut:
- Mengangkat panglima sagi dan ulebalang, pada waktu pengangkatan mereka mendapatkan kehormatan bunyi dentuman meriam sejumlah 21 kali.
- Menghakimi kasus yang terkait dengan pemerintahan.
- Menerima kunjungan kehormatan termasuk pedagang-pedagang asing.
- Mengusung ahli hukum (ulama).
- Mengangkat orang cerdas pintar untuk mengatur kerajaan.
- Membuat perlindungan rakyat dari kesewenang-wenangan para pejabat kerajaan.
Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapatkan pengawasan dari alim ulama, kadi, dan Dewan Kehakiman. Mereka khususnya bekerja memberi peringatan pada sultan terhadap pelanggaran adat dan syara’ yang sudah dilakukan.
Sultan Iskandar Muda sukses menanamkan jiwa keagamaan pada masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka, semangat membangun, rasa persatuan dan kesatuan, dan semangat berusaha anti penjajahan yang tinggi. Maka dari itu, tidak berlebihan bila Aceh mendapatkan istilah Serambi Mekah. Itulah penyebabnya, bangsa-bangsa Barat tidak sanggup menembus pertahanan Aceh.
⇒ Baca juga : Contoh Kesenian Daerah Betawi
Kondisi Ekonomi Kerajaan Aceh
Kehidupan ekonomi penduduk Aceh merupakan dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Pada periode keemasannya, ekonomi berkembang pesat. Kepenguasaan Aceh atas daerah-daerah bagian pantai barat dan timur Sumatra banyak menghasilkan lada. Sementara itu, Semenanjung Malaka banyak menghasilkan lada dan timah. Hasil bumi dan alam menjadi bahan export yang perlu bagi Aceh, hingga ekonomi Aceh maju dengan cepat.
Bidang perdagangan yang maju menjadikan Aceh kian makmur. Sehabis Sultan Ibrahim bisa menyingkirkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh semakin makmur. Dengan kekayaan berlimpah, Aceh sanggup membangun angkatan bersenjata yang kuat.
Pada periode pemerintah Sultan Iskandar Muda, Aceh menggapai pucuk kesuksesan. Dari daerah yang dikalahkan didatangkan lada dan emas hingga Aceh sebagai sumber komoditas lada dan emas. Hal tersebut juga sangat mempengaruhi kehidupan politik kerajaan aceh.
Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena ditunjang oleh faktor seperti berikut.
- Letak ibukota Aceh sangatlah strategis, yakni di pintu gerbang pelayaran dari India dan Timur Tengah yang hendak ke Malaka, Cina, atau ke Jawa.
- Pelabuhan Aceh (Olele) mempunyai syarat yang bagus sebagai pelabuhan dagang. Pelabuhan itu terjaga oleh Pulau We, Pulau Nasi, dan Pulau Breuen dari ombak besar.
- Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan export yang penting. Aceh dari dulu melangsungkan hubungan dagang internasional.
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mengakibatkan pedagang Islam banyak yang berkunjung ke Aceh, apa lagi sesudah jalur pelayaran berpindah melalui sepanjang pantai barat Sumatra.
Runtuhnya Kerajaan Aceh
Runtuhnya Kerajaan Aceh bermula dari strategi yang sudah dilakukan oleh Dr. Christian Snougck Hurgronje dengan menyelinap berpura-pura untuk masuk pada agama islam dan ketika itu beliau diterima secara baik oleh penduduk Aceh.
Sehabis beliau masuk islam, beliau memperoleh keyakinan dari para pimpinan Aceh dan ketika itu juga beliau mulai mengenal apa kekurangan dari masyarakat Aceh. Setelah itu beliau merekomendasikan kepada Belanda untuk menyerang para Ulama’ karena kemampuan penduduk Aceh berada pada para Ulama’.
Selanjutnya Belanda melaksanakan serangan dan hasilnya, gempuran itu berbuah hasil, Belanda bisa menguasai Aceh. Sesudah Aceh terkuasai oleh Belanda, selanjutnya Dr. Christian Snougck Hurgronje diangkat sebagai gubernur Aceh pada tahun 1898 yang mana pada waktu itu, mayoritas daerah Aceh sudah terkuasai oleh Belanda.
Pada waktu anak dan ibunya Sultan Muhammad Dawud ditangkap oleh Belanda, maka pada tahun 1093 Sultan Muhammad Dawud menyerah diri pada Belanda. Hingga pada tahun 1904 runtuhlah kesultanan Aceh ditandai dengan jatuhnya semua daerah Aceh ke tangan Belanda pada ketika itu.
Peninggalan Kerajaan Aceh
Masjid Agung Baiturrahman
Yang pertama yakni Masjid Agung Baiturrahman. Masjid ini dibuat pada massa pemerintah Sultan Iskandar Muda, mulanya merupakan Masjid Raya yang sederhana sebagai pusat kesultanan. Setelah itu Masjid ini rusak akibat dari penyerangan Belanda. Baru setelah itu pada tahun 1879 masjid ini dibangun kembali. Sekarang ini Masjid Agung Baiturrahman menjadi ikon Aceh, yang menjadi simbol rekonstruksi dan rekonsiliasi pasca tsunami 2004.
Makam Iskandar Muda
Raja Sultan Iskandar Muda sebagai raja paling besar kerajaan Aceh, hingga masyarakat dan kesultanan mengistimewakan makamnya. Terletak ada pada samping tempat tinggal Gubernur Aceh. Tidak hanya itu, ada pula komplek pemakaman khusus untuk beberapa Sultan Aceh lainnya seperti sultan Iskandar Thani.
Hikayat Prang Sabi
Yang terakhir ialah peninggalan berbentuk Hikayat Prang Sabi. Ini merupakan naskah sastra atau hikayat yang berisi cerita tentang jihad bagi umat Islam. Hikayat itu terdiri dari bagian nasihat dan bagian epos. Nah pada bagian epos berisi cerita kepahlawanan yang terjadi di wilayah Aceh dari periode ke periode.
Demikian penjelasan terkait kehidupan politik kerajaan aceh darussalam yang mengharukan. Dukung teus gudangedukasi.com agar terus berkembang dan terus memberikan informasi bermanfaat lainnya.
Artikel Terkait :