Pengertian Shalat Beserta Syarat dan Rukunnya

Pengertian Shalat – Sebagaimana yang kita ketahui shalat merupakan suatu kewajiban bagi setiap seorang muslim. Selain itu, shalat merupakan rukun islam kedua setelah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Dengan demikian, seorang muslim wajib mengetahui pengertian shalat. Apa yang dimaksud dengan shalat, syarat syarat shalat, dan rukun rukunnya. Untuk itu, gudangedukasi telah merangkum pembahasan terkait pengertian shalat, syarat-syarat, dan rukun-rukunnya berikut ini.

Pengertian Shalat

Pengertian Shalat

Para ulama membagi pengertian shalat menjadi dua. Pengertian shalat secara bahasa dan secara istilah.

Pengertian shalat secara bahasa adalah ( الدعاء ) do’a. Berkata Alqodzi Iyadz: perkataaan الدعاء adalah perkataan kebanyakan orang arab dan ahli fiqih. Jadi, pengertian ini diambil sesuai pemahaman orang arab.

Adapun kaitan antara do’a dan shalat yaitu keduanya merupakan satu kesatuan. Do’a merupakan bagian dari shalat dan shalat hakikatnya adalah do’a.

Pengertian shalat secara istialah atau secara syar’i adalah perkataan dan gerakan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam beserta adanya niat. Dan shalat lima waktu merupakan salah satu rukun islam.

Bahkan shalat merupakan ibadah yang agung setelah mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah ditetapkan dalam Alqur’an,sunnah,dan ijma'( kesepakatan para ulama).

Syarat Wajib Shalat

Syarat Wajib Shalat

Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, yang pertama syarat wajib, dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat syarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara sempurna selain adanya kriteria lain seperti rukun. Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:

1. Islam

Orang yang bukan islam tetap memiliki kewajibkan shalat, Karena kewajiban shalat ini di peruntukan untuk semua ummat manusia. Jika dia ingin shalat maka harus masuk islam terlebih dahulu. Karna jika belum muslim dan mengerjakannya tetap tidak sah.

Tetapi ia akan mendapat siksaan di akhirat karena ia tidak shalat. Sedangkan ia dapat mengerjakan shalat dengan jalan masuk islam terlebih dahulu.

Firman Allah Subhanahu wataala:

فِى جَنَّتٍ يَتَسَاءَلُوْنّّ عَنِ الْمُجْرِمِيْنّّ مَا سَلَكَكُمْ فِى سَقَرّّ قَالُوْلَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنّّ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنّّ

Artinya: “Berada di dalam surga mereka menanyakan tentang keadaan orang-orang yang berdosa. Apa yang memasukan kamu kedalam saqor (neraka)? Mereka menjawab, kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak pula memberi makan orang miskin”. (Al-mudassir; 40-44)

2. Tamyiz

Tamyiz adalah seseorang yang telah sampai umur tujuh tahuh atau sudah bisa membedakan perkara yang baik dan mana yang buruk.

Sebagaimana sabda Nabi Shalllahu Alaihi Wasallam:

.”مروا أبناءكم بالصلاة لسبع،وضربوهم لعشر،وفرقوا بينهم في المضاجع

Artinya: “Perintahkanlah anak anak kalian untuk shalat pada umur tujuh tahun dan pukulah mereka (anak anak) pada umur sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka”.

3. Berakal

Orang gila (majnun), orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat. Karena, akal merupakan prinsip dalam  menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama.

Alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya: “dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”

Dalam hadits yang lain:

( .رفع القلم عن ثلاثة: النائم حتى يستيقظ، والمجنون حتى يفيق، و الصغير حتى يبلغ )

Artinya: Telah diangkat pena dari tiga hal; orang yang tidur sampai terbangun, orang gila sampai ia sadar, dan anak kecil sampai ia baligh.

Syarat Sah Shalat

peengertian shalat

1. Suci dari Hadats dan Najis

Hadats terdiri dua yakni: hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil kita hilangkan dengan berwudu sedangkan hadats besar dengan mandi wajib atan mandi besar.

Pada najis yang datang dari kotoran, bisa kita hilangkan dengan istinja’ (bersuci dengan air) dan istijmar (bersuci dengan beberapa benda seperti batu dan yang lain).

2. Menutup Aurat

Untuk batasan aurat lelaki ialah dari pusar sampai lutut. Adapun wanita, semua anggota tubuhnya merupakan aurat yang harus tertutupi saat sholat terkecuali wajahnya.

3. Masuk Waktu Sholat

Seperti firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditetapkan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103)

Berikut keterangan singkat terkait dengan waktu-waktu sholat wajib:

  • Sholat Zuhur, yakni mulai dari saat matahari zawal (condong ke barat) sampai saat bayang-bayang semua benda sudah sama dengan panjangnya.
  • Sholat Asar, yakni sejak mulai selesainya waktu zuhur (saat bayang-bayang semua benda sudah sama dengan panjangnya) sampai saat bayang-bayang semua benda sudah sama dengan 2 kali panjangnya atau matahari menguning.
  • Sholat Magrib, yakni sejak mulai matahari tenggelam sampai terbenamnya syafaq (mega merah).
  • Sholat Isya, yakni mulai dari terbenamnya syafaq sampai tengah malam. Adapun waktu krisis ialah sampai terbit fajar.
  • Sholat Subuh, yakni mulai dari terbit fajar shadiq putih (fajar ke-2 ) sampai selesainya gelap malam karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukannya pada saat gelap sewaktu malam masih pekat. Adapun waktu (dibolehkannya) sholat subuh sampai terbit matahari.

4. Menghadap Kiblat

Seperti firman Allah Ta’ala,

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

“Sungguh kami menyaksikan wajahmu (sering) menengadah ke langit, maka benar-benar Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu gemari. Palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan dimanapun kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah : 144)

Oleh karena itu, menghadap mengarah Baitul Haram sebagai syarat sah sholat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Bila Kamu hendak melaksanakan sholat, sempurnakanlah wudu, kemudian menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah!” (Muttafaqun ‘alaih)

Pelu kita perhatikan, untuk orang yang bisa melihat Ka’bah langsung harus berusaha semaksimal mungkin menghadap tepat ke arahnya, walau antara dirinya sendiri dengan Ka’bah terhambat suatu hal atau berada jauh darinya.

Akan tetapi, bila meleset sedikit (tidak begitu banyak), hal tersebut tidak membatalkan sholat seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَا بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ

“Antara timur dan barat ialah arah kiblat.” (Muttafaqun ‘Alaih)*

Begitupun fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah mengenai hadis di atas,

“Hadis ini shahih. Ini menguatkan tidak pentingnya takalluf (menyusahkan diri) dalam permasalahan arah kiblat. Sesungguhnya kapan saja seorang sholat menghadap ke arah kiblat, tetapi cukup sedikit melenceng darinya, seperti ini atau seperti itu, maka hal tersebut tidak mengapa. Dengan begitu, arah di mana ia menghadap, ialah kiblat.”

Keadaan Gugur Menghadap Kiblat

Penting juga untuk kita pahami jika syarat menghadap kiblat menjadi gugur dengan beberapa keadaan berikut ini:

Jika seorang sudah usaha semaksimal mungkin untuk mencari arah kiblat, setelah itu dia melakukan sholat mengarah kiblat yang dia percayai. Tetapi, rupanya arah kiblat itu salah.

Orang yang tidak sanggup. Seperti orang buta yang tidak mengetahui arah kiblat, orang sakit yang tidak bisa bergerak mengarah kiblat dan tidak ada yang dapat menolongnya. Begitupun orang yang ditahan dan diikat.

Selain itu, ketika pada situasi takut akan keselamatan diri dan harta benda. Maka orang yang pada kondisi demikian dibolehkan menghadap kiblat sesuai kekuatannya.

5. Niat

Niat sebagai ambisi keras untuk mengerjakan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Untuk niat terbagi menjadi 2 (dua), yakni:

  • Niat yang diperuntukkan untuk Zat yang memerintahkan, yakni tulus ikhlas karena Allah Ta’ala.
  • Dan yang kedua niat yang diperuntukkan untuk tindakan, sebagai pemisah antara satu ibadah dengan ibadah yang lain.

Sehingga, seorang dapat berniat untuk mengerjakan ibadah tertentu. Ke-2 bentuk niat itu menjadi kemauan seorang dalam hatinya.

Saat seorang ingin mengerjakan suatu hal menurut apa yang ia niatkan, maka hal tersebut cukup untuknya tak perlu menyampaikan ucapan niat itu. Karena, penyuaraan niat sebagai ibadah yang tidak ada contohnya oleh Nabi shallallahu‘alaihi wasallam.

Rukun Shalat

Rukun Shalat

Rukun shalat ini mempunyai posisi yang wajib untuk dilaksanakan. Jika kita dengan menyengaja tinggalkan atau mungkin tidak dilaksanakan, berarti batal akan shalatnya. Perlu kita ketahui apa rukun shalat. Berikut ini rukun shalat yang harus kita pahami.

1. Berdiri Tegak

Rukun yang pertama adalah berdiri tegak. Yaitu, mata menuju ke arah tempat sujud bagi yang sanggup. Bagi yang tidak sanggup atau mempunyai kekurangan fisik dan penyakit tertentu yang membuat tidak mampu berdiri, maka dapat mengerjakan sholat dengan posisi duduk.

Apabila tetap tidak sanggup, dapat dikerjakan dengan posisi tiduran. Sebab itulah Islam tidak memperberat dan mempersulit umatnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وقوموا لله قانتين (البقرة:238)

Yang artinya: Dan berdirilah kalian ketika shalat karena Allah dengan khusyuk. (QS.Al-Baqoroh : 238)

2. Takbiratul Ihram

Mengucapkan Takbir “Allahu Akbar” saat memulai ibadah shalat, dan saat seorang telah melaksanakan takbiratul ihram. Hal ini merupakan tanda jika tidak boleh mengerjakan hal-hal di luar sholat yang bermakna seorang telah masuk dalam ibadah sholat.

Sehingga, saat sholat seorang harus diam dan hanya mengucapkan bacaan bacaan sholat yang hendak dibaca nanti.

Dalilnya :  ( الحديث : ( تحريمها :التكبير, وتحليلها التسليم

3. Membaca Surat Al-Fatihah

Bacaan Bismillâhirrahmânirrahîm sebagai bagian dari ayat Al-Fatihah. Ada banyak opini berbeda. Imam Syafi’i memiliki pendapat jika Basmalah turut dibaca dan dikeraskan oleh imam.

Kemudian, Imam Ahmad memiliki pendapat bahwasannya basmalah dibaca akan tetapi dengan lirih atau tidak mengeraskan. Dan Imam Malik sama sekali tidak membaca Basmalah.

Meskipun berbeda pandangan terkait dengan Basmalah dalam surat Al-Fatihah, namun umat Islam yang melaksanakan sholat harus membaca surat Al-Fatihah.

Seabagaimana sabda Nabi Shallahu Alaihi Wasallam :

لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب) وهي أم الكتاب )

4. Ruku’

Rukun shalat lainnya adalah ruku’. Tubuh turun dan dibungkukkan sembari membaca doa saat Ruku’. Ruku’ harus dilaksanakan dengan tenang dan ikhlas atau tidak tergesa-gesa.

5. Bangkit dari Ruku’ dan I’tidal

Sesudah ruku’, seorang yang melaksanakan sholat mengerjakan pergerakan i’tidal atau pergerakan bagun dari ruku’. Pergerakan ini harus dilaksanakan dengan tenang dan ikhlas atau tidak tergesa-gesa.

6. Sujud

Sesudah mengerjakan i’tidal, umat Islam yang melakukan wajib melakukan pergerakan sujud yang dengan bacaannya. Selain itu, pergerakan ini juga harus dilaksanakan dengan tenang dan ikhlas atau dengan tidak tergesa-gesa.

Dalilnya :

Firman Allah Ta’ala; ( يائيها الذين آمنوا اركعوا واسجدوا ) Artinya: Wahai orang orang beriman ruku’lah kalian dan sujudlah kalian.

Poin penting lainnya, sabda Nabi Shallahu Alaihi Wasallam : ( أمرت أن أسجد على سبعة أعظم ) Yan artinya : (Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota badan).

7. Iftirasy

Mengerjakan Iftirasy atau duduk antara dua sujud dilaksanakan dengan tenang dan ikhlas atau tidak tergesa-gesa.

8. Duduk Tasyahud Akhir

Setelah sujud, duduk tasyahud akhir juga merupakan rukun dari shalat. Bukan duduk tasyahud awal, tetapi duduk tasyahud terakhir.

9. Tasyahud Akhir

Duduk untuk tasyahud akhir dan membaca tasyahud akhir harus dilaksanakan dengan tenang dan ikhlas.

10. Membaca shalawat pada Nabi Salallahualaihiwasalam ketika Tasyahud Akhir

Dalam tasyahud akhir, seorang yang sholat harus membaca shalawat pada Nabi Salallahualaihiwasalam.

11. Salam

Melaksanakan salam, sesudah usai mengerjakan tasyahud akhir. Saat melaksanakan salam disertai dengan bacaan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

12. Teratur

Kemudian teratur, yaitu mengurutkan rukun-rukun sama sesuai apa yang sudah dipaparkan.

13. Thuma’ninan

Yang terakhir, yaitu tenang dan tidak tergesa gesa dalam melakukan setiap gerakan shalat.

Dalilnya : hadits Abu Hururairoh Radhiyallahu Anhu yang menceritakan tentang seseorang yang shalat. Kemudian, Rasulullah menyuruhnya untuk mengulagi shalatnya sebanyak tiga kali. Sampai Rasulullah mengajarkan orang tersebut untuk thuma’ninah dan tenang pada setiap gerakan shalat.

Demikian penjelasan terkait pengertian shalat, syarat, dan rukun rukunnya. Semoga ulasan ini bermanfaat bagi banyak orang. Dukung terus gudangedukasi.com agar terus berkembang dan terus memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat lainnya.

Tinggalkan komentar

%d blogger menyukai ini: